Google
 

Senin, 15 Januari 2007

Pengendalian banjir Jakarta, dulu dan kini


Pengendalian banjir mulai hadir di Jakarta agaknya sejak 1500 tahun lalu. Ada satu catatan. Prasasti Tugu mengabarkannya kira-kira begini :
Beberapa waktu lalu kanal Candrabhaga digali oleh Yang Mulia Raja Purnawarman yang memiliki lengan berotot kencang dan kuat agar air –yang masuk ke istana kerajaan yang termasyhur– bisa mengalir ke laut.
Sekarang, di tahun ke duapuluhdua pemerintahan, Yang Mulia Raja Purnawarman, dengan kepandaian dan kebijaksanaannya, sang pemimpin para raja, memerintahkan pembuatan kanal yang indah dan bersih airnya, dinamakan Gomati. Kanal yang mengalir melalui tengah-tengah kompleks istana resi kakek-nda Purnawarman.
Pekerjaan dimulai di hari baik, hari ke delapan bulan purnama bulan Phalguna dan diselesaikan di hari ke 13 bulan purnama Caitra, hanya 21, panjang galian adalah 6.122 busur. Acara selamatan dilaksanakan bersama para resi dengan persembahan 1.000 ekor sapi. (sumber: www.londoh.com).

Zaman VOC di abad 17 catatannya lebih banyak. Banjir besar di Batavia terjadi pada 1671, 1699, 1711, 1714 dan 1854. Sistem pengendalian dilakukan dengan membuat sudetan sungai. Van Breen menggagas pembuatan kanal di bagian barat pintu air Manggarai sampai Muara Angke. Perubahan tata lahan kebun teh di kawasan Puncak diantisipasi dengan mengubah area persawahan menjadi situ-situ.

Di era kemerdekaan, dibentuk lembaga Kopro Banjir pada 1965 yang pada 1966 membangun Waduk Pluit serta rehabilitasi sungai di sekitarnya untuk mengendalikan luapan kali Cideng Bawah, Krukut Bawah, dan Duri.
Saluran pengendali di Grogol dibangun pada 1968 dengan membuat kali Grogol.
Pada 1969 dibangun Waduk Setia Budi yang menampung luapan kali Cideng; Waduk Melati yang mengamankan Jalan Thamrin dan sekitarnya; serta Waduk Tomang untuk menerima luapan kali Sekretaris. Bayangkan, dalam tiga tahun empat waduk.

1972, Kopro Banjir diubah menjadi Proyek Pengendalian Banjir Jakarta Raya. Lalu diperluas menjadi Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Kini ditangani oleh Satuan Koordinasi Pelaksana Pengendalian Banjir.

Prinsip dasar pengendalian banjir yang dilakukan adalah dengan mengalirkan air sungai yang masuk ke Jakarta, ditampung dan dikendalikan debit serta arahnya agar tidak memasuki wilayah tengah kota. Air di tengah dialirkan melalui Banjir Kanal Barat, di barat melalui Cengkareng Drain dan di timur melalui Cakung Drain.

Di daerah tinggi dibuat drainase yang menyalurkan air secara gravitasi, dengan sendirinya.
Di daerah rendah, menggunakan sistem polder: ditampung kemudian dipompa ke saluran pengendali.g [sumber: Satkorlak PBP DKI dan Depkes RI]

Tidak ada komentar: