Ketika BMG berulang kali menyatakan bahwa banjir tidak mempunyai siklus lima tahunan, para pejabat dan media tetap saja mengumbar istilah itu. Coba kita tengok faktanya:
1996: 90an titik genangan
6-9 Januari 1996, Jakarta terendam setelah hujan dua hari.
Sebulan kemudian, 9-13 Februari 1996, tiga hari hujan lebat dengan curah lima kali lipat di atas normal, merendam Jakarta setinggi 7 m. melimpas tanggul sepanjang 2,5 km. 529 rumah hanyut, 398 rusak. Korban 20 jiwa, 30.000 pengungsi. Nilai kerusakan 435 juta dollar. [sumber: Satkorlak PBP DKI dan Dartmouth Flood Observatory]
2002: 159 titik genangan
Curah hujan besar bersiklus 350 tahun mengguyur hampir seluruh Indonesia.
15-26 Januari 2002, Kapuk, Kebon Bawang dan jalan toll bandara terendam karena waduk jebol.
29 Januari-15 Februari 2002, 40.000 rumah terendam setinggi 3-9 meter karena hujan dan pasang laut. 380.00 pengungsi, korban 75 jiwa.
22 Februari 2002, hujan lagi. 15.000 rumah terendam lagi. [berbagai sumber]
2005 : 72 genangan
Sejak 18 Januari hingga 7 Maret 2005, ribuan rumah bolak-balik terendam. Di kawasan Kampung Melayu dan Bukit Duri ada yang mengaku sampai 7 kali mengungsi.
Kadang-kadang kita sering menyederhanakan istilah, mengabaikan pesan-pesan para pakar, tak menyadari bahwa hal itu merupakan salah satu bentuk pembodohan masyarakat.[]
Selasa, 16 Januari 2007
Banjir Jakarta Punya Siklus Lima Tahunan?
Labels: banjir
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar